A. Pengertian Stres
Beberapa pengertian Stres menurut para ahli :
• Istilah stres dikemukakan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah sters dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut.
• Menurut Lazarus (1976) sters adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada suatu internal dan eksternal.
• Menurut Korchin (1976) keadaan stress muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang.
• Menurut Sarafino (1994) mencoba mengkonseptualisasikan ke dalam tiga pendekatan, yaitu : Stimulus, Respon, dan Proses.
1. Stimulus
Keadaan / situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stressor menjadi tiga :
a. Peristiwa katastropik, misalnya angin tornado atau gempa bumi
b. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan atau orang yang dicintai
c. Keadaan kronis, misalnya hidup dalam kondisi sesak dan bising
2. Respons
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stressor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu : komponen psikologis dan komponen fisiologis.
a. Komponen psikologis, seperti: perilaku, pola berpikir, dan emosi
b. Komponen fisiologis, seperti: detak jantung, mulut yang mongering (sariawan), keringat, dan sakit perut
Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.
3. Proses
Stress sebagai suatu proses terdiri dari stressor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, yang disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang di dalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.
B. Model Stres
Cox (dalam Crider dkk, 1983) mengemukakan 3 model stress, yaitu : Response-based model, Stimulus-based model, dan Interactional model.
a. Response-based model
Stress model ini mengacu sebagai sekelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit. Model ini mencoba untuk mengidentifikasikan pola-pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkungan yang sulit. Suatu pola atau sekelompok dari respon disebut sebagai sebuah sindrom. Pusat perhatian dari model ini adalah bagaimana stresor yang berasal dari peristiwa lingkungan yang berbeda-beda dapat menghasilkan respon stress yang sama.
b. Stimulus-based model
Model stress ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimuli stress. Tiga karakteristik penting dari stimuli stress adalah sebagai berikut :
1. Overload
Karakteristik ini diukur ketika sebuah stimulus datang secara intens dan individu tidak dapat mengadaptasi lebih lama lagi.
2. Conflict
Konflik diukur ketika sebuah stimulus secara simultan membangkitkan dua atau lebih respon-respon yang tidak berkesesuaian. Situasi-situasi konflik bersifat ambigu, dalam arti stimulus tidak memperhitungkan kecenderungan respon yang wajar.
3. Uncontrollability
Uncontrollability adalah peristiwa-peristiwa dari kehidupan yang bebas/tidak tergantung pada perilaku dimana pada situasi ini menunjukkan tingkat stress yang tinggi. Penelitian tentang tujuan ini menunjukkan bahwa stress diproduksi oleh stimulus aversive yang mungkin diolah melebihi kemampuan dan control waktu serta jangka waktu dari stimuli ini daripada dengan kenyataan penderitaan yang dialami. Dampak stress dari stimuli aversive dapat diperkecil jika individu percaya dapat mengontrolnya.
c. Interactional model
Model ini merupakan perpaduan dari response-based model dan stimulus-based model. Ini mengingatkan bahwa dua model terdahulu membutuhkan tambahan informasi mengenai motif-motif individual dan kemampuan mengcoping (mengatasi). Model ini memperkirakan bahwa stress dapat diukur ketika dua kondisi bertemu, yaitu :
1. Ketika individu menerima ancaman akan motif dan kebutuhan penting yang dimilikinya. Jika telah berpengalaman stress sebelumnya, individu harus menerima bahwa lingkungan mempunyai ancaman pada motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan penting pribadi.
2. Ketika individu tidak mampu untuk mengcoping stressor.
Pengertian coping lebih merujuk pada kesimpulan total dari metode personal, dapat digunakan untuk menguasai situasi yang penuh stress. Coping termasuk rangkaian dari kemampuan untuk bertindak pada lingkungan dan mengelola gangguan emosional, kognitif serta reaksi psikis.
Pendekatan interaksional beranggapan bahwa keseluruhan pengalaman stress di dalam beberapa situasi akan tergantung pada keseimbangan antara stressor, tuntutan dan kemampuan mengcoping. Stress dapat menjadi tinggi apabila ada ketidakseimbangan antara dua faktor, yaitu ketika tuntutan melampaui kemampuan coping. Stress dapat menjadi rendah apabila kemampuan coping melebihi tuntutan.
Sumber: Hendro Prabowo, 1998
http://elearning.gunadarma.ac.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar